Selasa, 26 Nov 2024
  • INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) K.H. SUFYAN TSAURI MAJENANG

Dilema Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia

PAUDTahun 2005 UNESCO mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang angka partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terendah di ASEAN, baru sebesar 20%. Ini masih lebih rendah dari Philipina (27%), Vietnam (43%), Thailand (86% dan Malaysia (89%).[1] Oleh karena itu, tidaklah heran kalau akhir-akhir ini makin disadari betapa pentingnya pendidikan bagi anak usia dini karena perkembangan kepribadian, sikap, mental, dan intelektual sangat ditentukan dan banyak dibentuk pada anak usia dini.[2]

Usia dini merupakan usia yang paling penting karena awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yang membawa kearah kehidupan mereka selanjutnya. Dengan perhatian dan kesadaran terhadap pendidikan anak sejak usia dini akan memberikan dampak yang positif.[3] Pendidikan sering diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan, dan nilai-nilai yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[4]

Pendidikan anak usia dini adalah mendidik anak yang berusia dini yang berumur 0-6 tahun dengan tujuan agar mampu mengembangkan potensi. Faktor yang paling penting keberadaannya dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini adalah guru. Guru dalam pendidikan pra sekolah harus memainkan peranan yang aktif baik dalam berbicara kepada anak-anak maupun ikut serta dalam segala aktifitasnya.[5]

Setiap anak itu mempunyai potensi yang unik ketika ia lahir di muka bumi ini, baik secara fisik (jasmani) maupun non fisik (akal dan hati), seperti yang tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 28. Bahkan dalam pasal tersebut juga dijelaskan ada empat unsur yang harus dipenuhi dalam pengembangan anak usia dini yaitu: pertama, pembinaan anak usia dini merupakan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Kedua, pengembangan anak usia dini dilakukan melalui rangsangan pendidikan. Ketiga, pendidikan anakusia dini bertujuan untuk dapat membantu pertumbuhan dan pengembangan jasmani dan rohani (holistik). Keempat, pengembangan dan pendidikan anak usia dini merupakan persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[6]

Pendidikan adalah proses yang kontinyu, bermula sejak seseorang dilahirkan sampai meninggal dunia. Rumusan selain itu adalah bahwa proses pendidikan tersebut mencakup bentuk-bentuk belajar secara formal maupun informal, baik yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, kehidupan sekolah, pekerjaan maupun kehidupan masyarakat.[7]Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan usaha manusia untuk manusia dalam membina kepribadian agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.[8] Sudirman N mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.[9]Dari beberapa definisi tersebut Ahmad D. Marimba lebih merinci lagi definisi pendidikan yaitu sebagai suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[10]Maka, pendidikan juga menanamkan nilai-nilai luhur, sebagai sistem budaya yang ada dalam masyarakat.[11]

Tugas pendidikan adalah menolong kita untuk mengerti, membentuk, dan hidup yang baik-baik.[12] Menjamurnya pendidikan anak usia dini melalui pendidikan nonformal mengakibatkan tidak terkontrolnya penanganan terhadap anak-anak usia dini dengan baik, padahal masa emas tersebut merupakan masa-masa yang teramat penting dan tidak dapat datang untuk yang kedua kalinya dalam pembentukan otak, fisik dan jiwa seorang anak. Sekolah sebagai lembaga pendidikan seharusnya mampu menjalankan fungsinya yaitu sebagai agent of change dan sebagai agen moral.[13]

Hal ini menjadi semakin buruk lagi karena perubahan kebudayaan atau kebiasaan hidup ketika zaman dahulu yang lebih mementingkan kebersamaan dalam sebuah komunitas, sehingga tumbuh kembang anak menjadi baik dengan sendirinya oleh berbagai rangsangan ketika mereka berinteraksi dengan komunitasnya untuk dapat memberikan rasa kasih sayang seutuhnya.Orang tua mempunyai tugas, tanggung jawab dan kewajiban merawat, mengasuh, mendidik anak agar kelak menjadi anak yang berkualitas.[14]

Saat ini pengembangan PAUD di Indonesia telah menimbulkan dilema, upaya untuk dapat memberikan pelayanan PAUD kepada setiap anak yang ada di Indonesia, akan tetapi banyak hal yang tidak dapat dipenuhi dengan semestinya. Ini dapat menyebabkan perkembangan anak yang tidak optimal sesuai dengan keinginan yang dituju, malah akan lebih membahayakan bila tidak ditangani secara cepat dan tepat karena semua ini berhubungan persiapan segenap potensi yang ada guna dapat membangun seorang insan manusia dalam mengarungi kehidupannya kelak. Karena pada dasarnya anak hanya mementingkan keinginannya sendiri dan senantiasa mencoba daya dan kemampuannya.[15]

Oleh : Tri Mulat, M. Pd.I. (Dosen STAI Sufyan Tsauri)

Footnote:
[1]Kompasiana, PAUD Cikal Bakal Sumber Daya Manusia Berkualitas, Dalamhttp://edukasi.kompasiana.com/2011/08/15/paud-cikal-bakal-sumber-daya-manusia-berkualitas/diakses pada tanggal 01 oktober 2011 pukul 09:05.
[2] Sri Harini dan Aba Firdaus Al-Halwani, Mendidik Anak Sejak Dini, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 87
[3] Hibana S. Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: PGTKI Press, 2002), hlm. 5
[4] Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 22
[5] Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988),hlm. 73
[6]Departemen Agama RI, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), hlm. 33
[7] Abu Tauhid, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sekretariat ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN SUKA, 1990), hlm. 18
[8] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm. 1
[9]Sudirman N. dkk, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 4
[10] Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al- Ma’arif, 1987), hlm.19
[11] Hasan Langgulung, Asas., hlm. 35
[12] Imran Manan, Antropologi Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1989), hlm. 89
[13] Cecep Sykria. “Pesantren Bagian Dari Agen Perubahan” Masyarakat I’qra XVIII Rabi’ul awal 1928 H. hlm. 4-5
[14] Sri Harini dan Aba Firdaus Al-Halwani, Mendidik., hlm. 87
[15] Joy A. Palmer penerjemah: Farid Assifa, Fifty Modern Thinkers on Education, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), hlm. 4

Komentar

Post Terkait

2 Komentar

Tika Nabil Yumna, Senin, 12 Jan 2015

Dilema PAUD di Indonesia ?? Salah satu solusinya harus ada pendampingan intens dr orang tua sebagai figur pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak …
Di sini peran keluarga sebagai salah satu tri pusat pendidikan memegang peran urgen. Di samping itu, guru PAUD harus memahami, mempelajari, mengimplementasi strategi pembelajaran di PAUD, juga memahami sepenuhnya psikologi perkembangan anak-anak PAUD.

Balas
Khotibul Umam, Senin, 19 Jan 2015

tidak bisa disalahkan sepenuhnya juga dengan menjamurnya pendidikan anak usia dini, bagi saya pendidikan non-formal di Indonesia malah justru menjadi rangsangan awal bila pendampingan inten orang tua maksimal, Walaupun memang disisi lain kadang kurang terkontrol.

Balas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

KELUAR
close